Braille merupakan sistem tulisan berbasis sentuhan yang memudahkan tunanetra untuk membaca. Awalnya, penulis beranggapan kalau tulisan braille berbentuk tulisan timbul seperti alfabet yang biasa digunakan untuk hiasan, atau media pelajaran untuk anak-anak yang sedang belajar mengenal huruf dan angka.
Ternyata, braille punya sistem penulisan tersendiri berupa titik-titik timbul yang membentuk pola yang melambangkan huruf, angka, maupun simbol. Umumnya, titik braille ini dapat ditemukan di beberapa fasilitas umum seperti lift gedung, atau tombol mesin ATM pada sisi kanan kiri layar.
Berbasis kombinasi titik dan mengandalkan sentuhan, mempelajari braille harus dipadukan antara menghafal pola titik braille dengan melatih kepekaan rabaan ujung jari. Terdapat enam titik layaknya simbol bilangan pada dadu yang masing-masing mewakili titik 1 hingga 6.
Yang menarik, terdapat perbedaan pola letak titik antara membaca dan menulis. Jika dalam posisi menulis, tiga titik yang berada di sebelah kanan merupakan titik 1, 2, dan 3, sementara tiga titik di kiri merupakan titik 4, 5, dan 6. Sementara ketika membaca, letak titiknya menjadi terbalik, tiga titik yang berada di sebelah kiri adalah titik 1, 2, dan 3, sementara titik 4, 5, dan 6 berada di sebelah kanan.
Sampai di sini sahabat pembaca mungkin mulai bingung, sebab belajar braille memang sulit jika hanya sebatas teori, melainkan juga butuh praktik untuk menyentuh hurufnya. Karena itu, agar tak menjadi lebih bingung, berikut penulis sajikan saja beberapa fakta tentang braille:
Daftar isi:
Sandi rahasia militer
Awalnya, simbol-simbol braille justru tidak diperuntukkan untuk tunanetra. Semua bermula dari inisiatif bekas perwira artileri Napoleon bernama Kapten Charles Barbier. Ia mencoba mengirimkan sandi-sandi rahasia berupa titik-titik tertentu yang dapat disentuh kepada serdadunya saat malam hari. Sistem tersebut kemudian dikenal dengan istilah night writing (Tulisan malam).
Dimodifikasi seorang tunanetra asal Prancis
Terinspirasi dari terobosan Kapten Charles Barbier, seorang tunanetra bernama Louis Braille asal Prancis mencoba memodifikasi sistem tersebut. Barbier yang sempat berkunjung ke tempat Louis Braille bersekolah pada 1821, membagikan sistem night writing agar bisa dipelajari dan dimanfaatkan para tunanetra. Agar lebih mudah digunakan, Louis Braille memodifikasi sistem tersebut, dari yang mulanya berjumlah 12 titik menjadi 6 titik.
Louis Braille kemudian menyusun kombinasi titik-titik tersebut hingga menghasilkan 64 simbol. Kombinasi tersebut ia bukukan saat berusia 15 tahun, dan kembali ia kembangkan dengan menambahkan simbol untuk matematika dan musik pada 1837. Di akhir abad ke-19, inovasi Louis Braille diakui secara universal dan diberi nama “Tulisan braille”, dan mendeklarasikan hari lahir Louis Braille pada 4 Januari sebagai “Hari Braille internasional” yang pertama kali diperingati pada 2019.
Sempat ditolak
Muncul sebagai alat bantu untuk mempermudah tunanetra, tak berarti membuat usaha Louis Braille mendapatkan apresiasi. Dianggap tak lazim serta sulit untuk dipelajari, membuat seklompok orang menyuarakan gerakan anti Braille. Salah satu pendukung gerakan tersebut adalah Dr. Dufau yang merupakan kepala lembaga tempat Louis Braille mengajar. Berbagai literatur dan buku-buku yang membahas dan menggunakan braille disita serta dimusnahkan dengan cara dibakar.
Tak patah semangat, Louis Braille tetap berjuang mempopulerkan dan mengajarkan huruf Braille. Hingga pada 1847 braille bisa diterima secara universal oleh masyarakat, dan mulai kembali digunakan pada lembaga-lembaga pendidikan tunanetra. Usaha melegalkan braille pun tak berhenti sampai di sana, pada 1851 sistem tulisan braille diajukan kepada pemerintah Prancis agar mendapatkan pengakuan legal yang sah.
Terus berkembang sesuai zaman
Meskipun mungkin saat ini perkembangan alat bantu tunanetra sudah begitu sangat pesat, mulai dari smart phone, komputer, hingga software pembaca layar, braille tetap dibutuhkan. Sebagai sebuah identitas, kemampuan membaca braille pasti dibutuhkan.
Penulis sendiri, meskipun menggunakan alat bantu seperti komputer bicara, tetap memanfaatkan kemampuan menulis dan membaca braille dalam kondisi tertentu. Misalnya, membaca al -Quran, mengakses beberapa fasilitas yang menyediakan braille, bahkan terkadang menggunakan braille untuk membuat kerangka tulisan.
Selamat hari braille internasional, semoga kedepannya braille tetap lestari menjadi salah satu penunjang aksesibilitas bagi tunanetra.
Semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Sahabat pembaca juga dapat menambahkan informasi dan menyempurnakan tulisan ini dengan menambahkan pada kolom komentar.