Januari menjadi bulan pembuka di setiap pergantian tahun masehi. Identik dengan awal tahun, Januari sering dijadikan momen menyusun target serta mendeklarasikan resolusi yang akan diwujudkan selama setahun. Sebelumnya, kalender Romawi kuno yang menjadi dasar kalender masehi yang banyak digunakan sekarang, justru bukan diawali Januari.
Disadur dari beberapa sumber, kalender Romawi kuno dulunya dimulai dari Maret sampai Desember. Sekitar abad ke-7 SM, Raja Numa Pompilius kemudian menambahkan Januari dan Februari dalam sistem penanggalan, dan menetapkan Januari sebagai awal tahun.
Kata Januari berasal dari salah satu dewa dalam mitologi Yunani bernama Janus. Dewa ini digambarkan memiliki dua wajah dengan ekspresi yang berbeda. Satu wajah tersenyum, dan wajah yang lain terlihat murung. Filosofi ini dinilai cocok dengan awal tahun yang selalu optimis memandang masa depan, dan merenungi pengalaman di masa lalu.
Setelah masa Raja Numa Pompilius, kalender ini kembali disempurnakan oleh Julius Caesar. Dibantu oleh seorang pakar astronomi dari Iskandariyah bernama Sosigenes, Caesar mengatur kalender sesuai dengan rotasi matahari. Sistem penanggalan ini kemudian dikenal dengan nama “Kalender Julian”.
Setelah digunakan sekian lama, kalender Julian dinilai salah perhitungan karena tidak sesuai dengan pergerakan matahari. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan sekitar tahun 1570an, diperoleh hasil yang menunjukkan kalender Julian melenceng 10 hari. Penanggalan tersebut kemudian kembali disempurnakan oleh Gregorius XIII pada tahun 1582 yang dikenal dengan nama “Kalender Gregorian”.
Bersama ahli fisika Aloysius Lilius, dan ahli astronomi Christopher Clavius, Gregorius XIII mengembangkan kalender ini selama lima tahun. Salah satu perbaikan yang dilakukan adalah menetapkan tahun kabisat yang berlaku empat tahun sekali.
Semoga bermanfaat dan menambah informasi. Sahabat pembaca juga dapat melengkapi serta menyempurnakan informasi pada tulisan ini di kolom komentar.