Gambar menunjukkan sekelompok orang yang duduk menghadap Ka'bah, sebuah bangunan berbentuk kubus yang terletak di tengah Masjidil Haram di Mekah, Arab Saudi. Ka'bah ditutupi dengan kain hitam, dan ada kain putih yang tergantung di beberapa bagiannya. Orang-orang tampak sedang berdoa atau mengikuti pertemuan keagamaan. Adegan ini tampak historis, menunjukkan bahwa mungkin berasal dari periode waktu sebelumnya. Batu hitam khas Ka'bah dan pintu emasnya terlihat jelas. Di latar belakang, terdapat beberapa bangunan dengan arsitektur tradisional.

Substansi & Strategi Dakwah Rasulullah Periode Mekkah

Materi Pembelajaran
Butuh waktu sekitar 5 menit untuk membaca tulisan ini

Assalamu’alaikum, Sobat Sejarah!

Kita akan memulai perjalanan kita dengan momen yang sangat istimewa dalam sejarah Islam. Bayangkan, seorang pria berusia 40 tahun sedang merenung di sebuah gua. Namanya Muhammad bin Abdullah. Dia tidak tahu bahwa hidupnya akan berubah selamanya pada malam itu.

A. Pengangkatan Muhammad SAW sebagai Nabi

Tahukah kamu? Sebelum menjadi Nabi, Muhammad SAW sering menghabiskan waktu di Gua Hira, sebuah gua di Jabal An-Nur, tak jauh dari Mekkah. Di sana, beliau biasa merenung dan memikirkan kondisi masyarakat Mekkah saat itu.

Pada suatu malam di bulan Ramadhan tahun 610 M, terjadilah peristiwa yang mengubah sejarah. Malaikat Jibril muncul di hadapan Muhammad SAW dan memerintahkan beliau untuk membaca. Inilah awal turunnya wahyu pertama, surah Al-‘Alaq ayat 1-5:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Nah, Sobat Sejarah, coba bayangkan perasaan Muhammad SAW saat itu. Beliau yang tidak bisa membaca dan menulis (ummi) tiba-tiba diperintahkan untuk membaca! Ini bukan sekadar perintah biasa, tapi sebuah misi besar yang akan mengubah dunia.

Setelah kejadian itu, Muhammad SAW pulang dengan perasaan takut dan gemetar. Beliau mencari ketenangan dalam pelukan istrinya, Khadijah ra. Dengan bijaksana, Khadijah menenangkan beliau dan membawanya menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal, seorang yang ahli dalam kitab-kitab terdahulu.

Waraqah menjelaskan bahwa apa yang dialami Muhammad SAW adalah tanda kenabian, sama seperti yang dialami oleh Nabi Musa as. Dia berkata, “Ini adalah Namus (Jibril) yang Allah turunkan kepada Musa. Andai aku masih muda dan masih hidup saat kaummu mengusirmu nanti.” (HR. Bukhari)

Baca juga :  Kondisi Masyarakat Arab Pra-Islam (SKI Fase E/Kelas X)

Peristiwa ini menandai awal misi kenabian Muhammad SAW. Sejak saat itu, beliau mulai menerima wahyu secara bertahap selama 23 tahun.

Sobat Sejarah, pengangkatan Muhammad SAW sebagai Nabi bukan hanya tentang menerima wahyu. Ini adalah awal dari perjalanan panjang untuk mengubah masyarakat, dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Tantangan besar menanti, tapi Muhammad Rasulullah SAW siap menghadapinya dengan iman dan ketabahan.

B. Substansi Dakwah Periode Mekkah

Setelah kita membahas bagaimana Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi, sekarang saatnya kita menyelami isi atau substansi dakwah beliau selama di Mekkah. Ini seperti melihat ‘menu utama’ yang disajikan Rasulullah SAW kepada masyarakat Mekkah. Yuk, kita telusuri bersama!

1. Tauhid: Mengesakan Allah SWT

Bayangkan Sobat berada di Mekkah saat itu. Berhala ada di mana-mana, dan menyembah banyak tuhan adalah hal biasa. Di tengah situasi ini, Rasulullah SAW membawa pesan revolusioner: hanya ada satu Tuhan yang patut disembah, yaitu Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾
“Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Pesan tauhid ini bukan sekadar mengubah objek sembahan, tapi mengubah cara pandang terhadap kehidupan. Bayangkan, dari menyembah banyak tuhan yang terbatas, manusia diajak untuk menyembah satu Tuhan yang Maha Kuasa!

2. Akhlak Mulia: Membangun Karakter yang Luhur

Rasulullah SAW tidak hanya mengajarkan tentang ketuhanan, tapi juga tentang bagaimana menjadi manusia yang baik. Beliau menekankan pentingnya akhlak mulia dalam setiap aspek kehidupan.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

Sobat, coba pikirkan. Apa jadinya jika semua orang memiliki akhlak mulia? Pasti dunia akan jauh lebih damai dan indah, bukan?

Baca juga :  Kilau Mutiara Tersembunyi

3. Kesetaraan Manusia: Merobohkan Tembok Kesombongan

Di zaman jahiliyah, status sosial sangat penting. Orang kaya dan berkuasa dianggap lebih tinggi derajatnya. Tapi Rasulullah SAW membawa pesan yang menggemparkan: di hadapan Allah, semua manusia setara!

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Bayangkan, Sobat! Pesan ini pasti sangat mengejutkan bagi masyarakat Mekkah saat itu. Tapi inilah revolusi moral yang dibawa oleh Islam.

Nah, Sobat Sejarah, itulah tiga substansi utama dakwah Rasulullah SAW di Mekkah. Tauhid, akhlak mulia, dan kesetaraan manusia. Tiga hal ini menjadi fondasi yang kuat bagi ajaran Islam.

C. Strategi Dakwah Periode Mekkah

Kali ini, kita akan menjelajahi strategi dakwah Rasulullah SAW di Mekkah. Bayangkan Rasulullah SAW sebagai seorang pemimpin tim yang harus menyusun strategi jitu untuk menyebarkan pesan Islam di tengah masyarakat yang belum siap menerimanya. Menarik, bukan? Mari kita simak bersama!

1. Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi

Tahukah kamu? Rasulullah SAW memulai dakwahnya secara diam-diam selama tiga tahun pertama. Beliau fokus mengajak keluarga dan sahabat terdekat. Ini seperti membangun tim inti yang kuat sebelum menghadapi tantangan yang lebih besar.

Allah SWT berfirman:

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara: 214)

Strategi ini memungkinkan pembentukan komunitas Muslim awal yang solid. Bayangkan membangun fondasi yang kuat sebelum mendirikan gedung tinggi!

2. Dakwah Secara Terbuka

Setelah tiga tahun, Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk berdakwah secara terbuka. Ini adalah momen penting! Rasulullah SAW naik ke bukit Shafa dan menyeru kepada seluruh penduduk Mekkah. Ini diperintahkan dalam surah Al-Hijr: 94:

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَاَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ
“Maka, sampaikanlah (Nabi Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.”(QS. Al-Hijr: 94)

Nabi Muhammad SAW bersabda:

يَا صَبَاحَاهْ
“Wahai sekalian manusia!”

Kemudian beliau berkata:

أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِالْوَادِي تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟ قَالُوا: نَعَمْ، مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا، قَالَ: فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ
“Bagaimana pendapat kalian jika aku kabarkan bahwa di lembah ini ada pasukan berkuda yang hendak menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?” Mereka menjawab, “Ya, kami tidak pernah mendapatimu berdusta.” Beliau berkata, “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian sebelum (datangnya) azab yang keras.” (HR. Bukhari)

Sobat, coba bayangkan keberanian yang dibutuhkan untuk melakukan ini!

Baca juga :  Jalur Masuknya Islam di Nusantara

3. Hijrah ke Habasyah

Menghadapi tekanan yang semakin berat, Rasulullah SAW mengizinkan sebagian pengikutnya untuk hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Ini adalah strategi untuk melindungi pengikutnya dan memperluas pengaruh Islam ke luar Mekkah.

Allah SWT berfirman:

وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (QS. An-Nisa: 100)

Sobat Sejarah, strategi-strategi ini menunjukkan kecerdasan dan kebijaksanaan Rasulullah SAW dalam menghadapi berbagai situasi. Beliau menggunakan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

Daftar Referensi:

  • Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
  • Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Supriyadi, Dedi. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
  • Hakim, Lukman. 2018. Sejarah dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
  • Haekal, Muhammad Husain. 2010. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera Antar Nusa.
  • Pulungan, J. Suyuthi. 2012. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
  • Mubarok, Jaih. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
  • Al-Mubarakfuri, Shafiyyurrahman. 2012. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
  • Syalabi, A. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.
  • Nasution, Harun. 2018. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.

Tinggalkan Balasan