Kesimpulan Rosyad Tentang Ittiba & Taqlid

Cerpen & Sastra Materi Pembelajaran
Butuh waktu sekitar 3 menit untuk membaca tulisan ini

Rosyad nampak asik dengan ponsel pintarnya, sedang sibuk berbalas pesan dengan Sri melalui WhatsApp. Mereka membicarakan persiapan kegiatan pengumpulan bantuan untuk para korban gempa di Sulawesi Barat. Selesai membahas semua persiapan, Rosyad melanjutkan topik percakapan baru dengan Sri.
“Tugas ushul fiqih tadi siang apa Sri?” tulis Rosyad dalam pesannya.
“Disuruh menyeimpulkan pengertian ittiba sama taqlid, terus disuruh cari dalilnya juga”
“Kamu udah selesai Sri? Minta dong,” bujuk Rosyad mencoba memohon
“Minta, enak aja, kalau tugas sekolah kerja masing-masing dong, jangan Cuma mau enaknya tinggal nyontek,” jawab Sri melalui pesan suara dengan nada yang sedikit jutek.
“Jangan gitu dong, katanya teman, kok nggak mau bantu.” Kembali Rosyad mencoba meminta bantuan Sri.
“Kalau mau, nanti aku fotoin materinya, tapi kamu yang nyimpulin sendiri, bagaimana? Kalau mau ta kirim, tapi kalau tidak setuju, ya sudah,” tegas Sri menjawab permohonan Rosyad.
“Okey deh, fotoin materinya kalau gitu,” jawab Rosyad yang memang sudah paham watak tegas Sri.

Tak lama kemudian, notifikasi layar ponsel Rosyad menampilkan pesan masuk dari Sri. Sambil duduk santai, Rosyad mengambil alat tulis dan buku untuk mencatat hal-hal penting yang bisa ia simpulkan. Ia juga meraih toples kue yang ada di meja samping kirinya, sebagai teman agar tak mengantuk selama mengerjakan tugas.
Dimulai dari pengertian ittiba, ia mencatat bahwa kata ittiba secara bahasa berarti mengikuti atau menurut. Kemudian pengertian secara istilah, ia simpulkan bahwa ittiba mengikuti semua yang diperintahkan atau yang dilarang dan dibenarkan oleh Rasulullah SAW. Ia juga mencatat bahwa ketika seseorang mengikuti pendapat dan memahami dasar dari pendapat tersebut, maka hal tersebut juga diartikan ittiba.
“Kalau taqlid gimana nih Sri?” Kembali Rosyad mengirim pesan kepada Sri yang masih terlihat online.
Tak butuh waktu lama, Sri membalas pesan Rosyad dengan foto yang berisi jawaban dari pertanyaan Rosyad tadi. Setelah membaca dan berusaha merangkai kata dalam pikiran, Rosyad kembali meraih alat tulis dan bukunya. Setelah merasa sudah ada gambaran, Rosyad mencomot sebuah kue dari toples dan memasukkannya ke mulut. Sambil mengunyah, Rosyad kembali mencatat beberapa hal.
Ia menuliskan bahwa pengertian taqlid secara bahasa berarti meniru. Selanjutnya menurut istilah, ia mencatat kalau taqlid itu menerima atau mengikuti pendapat atau perbuatan seseorang, tanpa mengetahui dasar pendapat atau perbuatannya tersebut.

Baca juga :  Tujuan Pernikahan

Dalam pikirannya Rosyad mulai mendapat pemahaman lebih jelas mengenai ittiba dan taqlid. Ia menuliskan bahwa ittiba dan taqlid itu sama-sama mengikuti, tapi keduanya tetap berbeda. Ittiba mengikuti dan paham tentang dasar serta tujuannya, ibarat seseorang yang diajak bepergian dan tahu mau kemana tujuan. Sementara taqlid mengikuti tapi tidak mengetahui apa dasar dari perbuatan yang ia ikuti, mirip burung beo yang bisa bicara tapi tidak paham apa yang ia bicarakan.
“Dalilnya gimana Sri?”
“Kalau ittiba itu dalilnya surah Ali Imran ayat 31, terus kalau taqlid itu dalilnya surah al-Baqarah ayat 170, buka sendiri nanti  di Quran,” ucap Sri kembali membalas dengan pesan suara.
Setelah mendengarkan pesan suara Sri, Rosyad teringat kalau ia belum mengerjakan sholat duhur. Tanpa merapikan alat tulis dan menaruh kembali toples kuenya, Rosyad segera bergegas mengambil wudhu.
Selesai menunaikan kewajiban sebagai hamba, Rosyad mengambil Quran yang ada pada tingkatan paling atas rak buku disampingnya. Membuka lembaran-lembaran kitab suci dengan hati-hati, Rosyad berusaha mencari dalil yang tadi disampaikan oleh Sri. Dalil pertama yang ia temui adalah surah al-Baqarah ayat 170 yang menjelaskan tentang taqlid.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ بَلۡ نَتَّبِعُ مَآ أَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ ءَابَآءَنَآۚ أَوَلَوۡ كَانَ ءَابَآؤُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَلَا يَهۡتَدُونَ 
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.
Rosyad membaca ayat tersebut dengan suara lirih. Selesai membaca ayatnya, ia melanjutkan dengan terjemahannya. Dalam hati Rosyad menarik kesimpulan, taqlid itu perbuatan yang tercela, ia memahami kalau orang-orang yang disinggung dalam ayat tersebut tak mau menerima petunjuk, dan lebih memilih mengikuti sesuatu yang juga mereka tak pahami, bahkan yang mereka ikuti juga tak mengetahui apa-apa dan tak mendapatkan petunjuk dari Allah.
Selanjutnya ia mencari dalil berikutnya tentang ittiba yang terdapat pada surah Ali Imran ayat 31. Kembali membuka lembaran-lembaran kitab suci dengan hati-hati, Rosyad akhirnya menemukan dalil yang ia cari.
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ 
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan suara lirih, Rosyad kembali membaca ayat tentang dalil ittiba pada surah Ali Imran ayat 31 beserta terjemahannya. Dari ayat tersebut, Rosyad benar-benar memperoleh gambaran perbedaan antara ittiba dan taqlid. Kalau taqlid merupakan perbuatan tercela, ittiba justru perbuatan yang sangat dianjurkan. Bahkan dalam ayat tersebut Allah menjanjikan kasih sayang dan ampunan bagi hamba-hamba yang benar-benar mengikuti ajaran Allah yang dibawa oleh Rasulullah.

Baca juga :  Pengertian, Dasar Hukum, dan Rukun Qiyas

Selesai membaca kedua dalil tersebut, Rosyad mengembalikan Quran yang tadi ia baca ke rak buku disampingnya. Segera ia meraih kembali alat tulis dan bukunya, untuk mencatat kesimpulan yang ia peroleh dari kedua dalil tadi mengenai hukum ittiba dan taqlid.

Tinggalkan Balasan