Daulah Umayyah merupakan daulah Islam pertama yang didirikan Muawiyah bin Abi Sufyan pada 41 H. Berdirinya daulah ini tak terlepas dari pergolakan politik yang terjadi di akhir masa kepemimpinan Utsman bin Affan yang terus berlanjut hingga periode Ali bin Abi Thalib.
Kebijakan Ali bin Abi Thalib yang memecat para gubernur dan menggantikannya dengan gubernur yang baru, membuat banyak pihak tidak terima. Termasuk diantaranya adalah Muawiyah bin Abi Sufyan yang saat itu menjabat sebagai gubernur Syam dan terkena imbas kebijakan pemecatan yang dilakukan Ali.
Muawiyah bin Abi Sufyan bersikeras tak mau melepaskan jabatannya sebagai gubernur, sebelum Ali bin Abi Thalib menindak dan menghukum orang-orang yang terlibat pada peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan. Di sisi lain, Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah merasa berhak memecat Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai gubernur, dan terkait masalah menghukum pembunuh Utsman ia menunggu gejolak di tengah kaum muslimin mereda.
Merasa benar dengan pendapat masing-masing, memicu perang antara kubu Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan nama Perang Siffin yang terjadi beberapa hari di bulan Dzulhijjah 38 H. Ketika kemenangan mulai nampak di pihak Ali, beberapa pasukan dari pihak Muawiyah mengangkat Al-Quran sebagai tanda perdamaian.
Dengan pertimbangan menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak, pihak Ali menyetujui tawaran damai yang diajukan pihak Muawiyah. Kedua pihak bersepakat mengembalikan permasalahan ini kepada kitabullah dan menunjuk masing-masing satu utusan untuk mengadakan perundingan lebih lanjut (Tahkim/Aribtrase). Pada pertemuan itu, Diutuslah Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak Ali bin Abi Thalib, dan Amru bin Ash dari pihak Muawiyah bin Abi Sufyan.
Hasil pertemuan tersebut ternyata justru memicu kekecewaan baik di pihak Muawiyah maupun Ali. Bahkan di kubu Ali bin Abi Thalib sekelompok orang menyatakan diri keluar dan barisan dan menamakan dirinya sebagai golongan khawarij. Golongan ini kemudian merencanakan pembunuhan terhadap orang-orang yang dinilai bertanggung jawab atas terjadinya tahkim yang berujung dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
Pasca terbunuhnya Ali, dibaiatlah Hasan bin Ali sebagai khalifah. Hasan menyadari kondisi yang sedang ia hadapi, tentara-tentaranya sulit dipercaya, posisi lawannya semakin kuat, dan keinginannya menciptakan perdamaian dan menghindari perpecahan dikalangan kaum muslimin. Karena itu, dengan bijak ia menyatakan turun dari jabatan khalifah dengan membuat perjanjian damai dengan sejumlah syarat yang dapat disetujui seluruh pihak.
Hasan kemudian menuliskan surat pembaitannya kepada Muawiyah dan meneyerahkan kota Kufah di akhir Rabiul Awal 41 H. Ketegangan yang terjadi mulai mereda, dan kaum muslimin menyebut tahun tersebut sebagai tahun persatuan (Ammul Jama’ah) sekaligus menandai awal sejarah berdirinya Daulah Umayyah.
Setelah resmi berdiri, Muawiyah memindahkan ibu kota pemerintahan dari Madinah ke Damaskus, dan kemudian mengubah sistem pemerintahan yang sebelumnya demokratis menjadi monarki (Kerajaan). Sebagai daulah Islam yang pertama kali berdiri, Daulah Umayyah berkuasa dalam dua periode yaitu: Daulah Umayyah di Damaskus, dan Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol).
Pada periode Daulah Umayyah di Damaskus, tercatat 14 khalifah yang pernah memerintah yaitu:
- Muawiyah Bin Abu Sufyan (661-680 M).
- Yazid bin Muawiyah (680-683 M).
- Muawiyah bin Yazid (683-683 M).
- Marwan bin Hakam (683-685 M).
- Abdul Malik bin Marwan (685-705 M).
- Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M).
- Sulaiman bin Abdul Malik (715-717 M).
- Umar bin Abdul Aziz (717-720 M).
- Yazid bin Abdul MAlik (724-743 M).
- Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M).
- Walid bin Yazid (743-744 M).
- Yazid bin Walid (744-745 M).
- Ibrahim bin Walid (744-744 M).
- Marwan bin Muhammad (745-750 M).
Dari keempat belas khalifah tersebut, terdapat beberapa khalifah yang namanya terkenal berkat jasa dan prestasinya, misalnya:
- Muawiyah bin Abi Sufyan (Pendiri Daulah Umayyah). Masa pemerintahannya berlangsung selama 19 tahun 3 bulan. Ia memindahkan ibu kota pemerintahan dari Madinah ke Damaskus, mengatur urusan kemiliteran, memperbaiki tata kelola administrasi negara, mengatur fungsi jawatan pos, pembentukan diwanul hijabah (Biro pengawal raja), diwanul barid (Biro transportasi), dan diwanul kharraj (Biro pajak). Ia juga mengubah fungsi baitul mal yang sebelumnya tempat kekayaan rakyat menjadi tempat kekayaan raja dan keluarganya, serta mengubah sistem pemerintahan dari demokratis menjadi monarki.
- Marwan bin Hakam (Khalifah keempat). Ia hanya memerintah selama 9 bulan, dan berhasil meredam pemberontakan yang hendak mengganggu stabilitas negara, termasuk mengalahkan kelompok Khawarij dan Syiah.
- Abdul Malik bin Marwan (Khalifah kelima). Di usia 16 tahun ia pernah menjabat sebagai gubernur di Madinah pada masa kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada periode kepemimpinannya yang berlangsung selama 21 tahun, ia berhasil menjaga stabilitas negara dan memperluas wilayah kekuasaan Islam. Ia juga mencetak dinar sebagai mata uang, serta melakukan arabisasi dokumen-dokumen negara dari bahasa Persia dan Yunani.
- Walid bin Abdul Malik (Khalifah keenam). Di masa pemerintahannya ia berhasil menaklukkan berbagai wilayah seperti Andalusia (Spanyol), Kashgar, dan Sind. Dalam bidang pembangunan, ia merenovasi Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Umayyah di Damaskus, mengadakan perbaikan makam Rasulullah, membangun madrasah, panti jompo, panti asuhan, dan gedung pemerintahan. Ia juga turut mendukung dan mengembangkan seni-seni bercorak Islam, sehingga menjadi kebudayaan tertinggi pada masa itu.
- Umar bin Abdul Aziz (Khalifah kedelapan). Ia merupakan cicit dari Umar bin Khattab. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 2 tahun 5 bulan, ia mengupayakan pengumpulan hadist dan mengklasifikasikan derajat keshahihannya, berusaha menegakkan hukum dengan tegas berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, memecat para gubernur yang tidak taat agama, mengirim utusan untuk mengawasi kinerja para gubernur, menghentikan pemungutan pajak terhadap para muallaf, dan memangkas pajak yang dibebankan kepada kaum Nasrani.
Sumber:
- Barudin, Topanji Pandu. 2019. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Umayyah. Klaten: Cempaka Putih.
- Hassan, Tariqudin. 2012. Pemerintahan Kerajaan Bani Umayyah (41-132 H = 661-750 M). Malaysia: Jahabersa.
- Tsuroyya, Elfa. 2022. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah.
- Ula, Miftachul dkk. Sejarah Kebudayaan Islam – Studi & Pengajaran Islam. Jakarta: Kementerian Agama.