Fajar belum menyingsing ketika Zahra menyalakan laptopnya. Gadis berusia 16 tahun itu menguap lebar, namun tekadnya tak goyah. Ia harus menyelesaikan presentasinya sebelum kelas Sejarah Islam dimulai pukul 7 pagi.
“Zahra! Kau sudah bangun?” seru suara dari aplikasi chat di ponselnya. Zahra menoleh, mendapati pesan dari sahabatnya, Aisyah.
“Yup, baru saja. Masih struggle sama presentasi nih,” balas Zahra.
“Same here! Btw, udah nonton video Ustadz Hanan Attaki tentang strategi dakwah Rasulullah? Lumayan inspiratif lho,” tulis Aisyah.
Zahra mengklik link yang dikirim Aisyah. Sebuah video YouTube terbuka, menampilkan seorang ustadz muda yang sedang berceramah dengan gaya santai namun memikat.
“Assalamualaikum, sahabat muda! Hari ini kita akan membahas tentang strategi dakwah Rasulullah di Mekkah. Bayangkan, 1400 tahun yang lalu, tanpa sosial media, tanpa YouTube, bagaimana Rasulullah menyebarkan Islam?”
Zahra tertegun. Ia mulai mencatat poin-poin penting sambil menonton.
“Pertama, dakwah sembunyi-sembunyi,” lanjut Ustadz Hanan. “Rasulullah memulai dari lingkaran terdekat. Nah, di era digital ini, kita bisa mulai dari story WhatsApp atau Instagram close friends. Share konten-konten positif ke orang terdekat dulu.”
Zahra mengangguk. Ia teringat betapa sering ia membagikan quotes islami di Instagram story-nya.
“Kedua, setelah tiga tahun, Rasulullah berdakwah secara terbuka. Di zaman now, ini seperti kita mulai posting di feed Instagram atau bikin konten TikTok yang bisa dilihat semua orang. Tapi ingat, harus bijak dan tidak memaksakan.”
Zahra mencatat: ‘Dakwah terbuka = konten publik di medsos’.
“Ketiga, perlindungan dari keluarga. Rasulullah mendapat dukungan dari pamannya, Abu Thalib. Nah, kita juga perlu dukungan keluarga dalam berdakwah. Ajak ortu ikut kajian online bareng, misalnya.”
Zahra tersenyum. Ia ingat bagaimana ibunya selalu mendukung aktivitas dakwahnya di sekolah.
“Terakhir, hijrah ke Habasyah. Ini strategi untuk melindungi pengikut dan memperluas pengaruh Islam. Di era digital, kita bisa ‘hijrah’ ke platform baru. Udah nyobain Threads? Atau podcast? Jangan takut eksplorasi media baru untuk dakwah.”
Video itu berakhir, meninggalkan Zahra dengan banyak ide baru. Ia segera mengetik pesan ke Aisyah.
“Aisyah! I got it! Yuk kita bikin podcast tentang sejarah Islam! Kita bisa bahas strategi dan substansi dakwah Rasulullah di episode pertama.”
“Sounds great!” balas Aisyah antusias. “Btw, jangan lupa masukin tentang substansi dakwahnya juga ya. Tauhid, akhlak mulia, dan kesetaraan.”
Zahra mengangguk pada dirinya sendiri. Ia membuka slide presentasinya dan mulai mengetik dengan semangat baru.
Dua jam kemudian, Zahra berdiri di depan kelas, laptop tersambung ke proyektor. “Assalamualaikum teman-teman,” ia memulai. “Hari ini kita akan membahas strategi dan substansi dakwah Rasulullah di Mekkah, dan bagaimana kita bisa menerapkannya di era digital.”
Semua mata tertuju padanya. Bahkan Pak Ridwan, guru Sejarah Islam mereka, tampak tertarik.
“Bayangkan, 1400 tahun yang lalu, tanpa Twitter atau TikTok, Rasulullah berhasil mengubah Jazirah Arab. Bagaimana caranya? Mari kita pelajari dan terapkan di zaman now!”
Zahra melanjutkan presentasinya dengan penuh semangat. Ia menjelaskan tentang dakwah sembunyi-sembunyi yang bisa diterapkan melalui grup WhatsApp, dakwah terbuka melalui media sosial, pentingnya dukungan keluarga, dan strategi ‘hijrah digital’ ke platform-platform baru.
“Dan jangan lupa,” Zahra menekankan, “substansi dakwah tetap sama. Tauhid, akhlak mulia, dan kesetaraan. Di tengah hiruk pikuk dunia maya, kita harus tetap memegang erat tiga hal ini.”
Selesai presentasi, tepuk tangan memenuhi ruangan. Pak Ridwan tersenyum lebar. “Masya Allah, Zahra. Presentasi yang sangat menarik dan relevan. Ini contoh bagaimana kita bisa mengambil inspirasi dari sejarah untuk kehidupan modern kita.”
Zahra tersenyum puas. Ia melirik Aisyah yang mengacungkan jempol. Dalam hati, ia bertekad untuk segera memulai podcast mereka.
Di era digital ini, Zahra dan teman-temannya telah menemukan cara baru untuk meneruskan jejak cahaya yang telah diterangi Rasulullah 14 abad yang lalu. Dengan smartphone di tangan, mereka siap menyebarkan pesan Islam ke seluruh dunia, satu post, satu tweet, satu video kebaikan dalam satu waktu.