Kaedah Al-Masyaqqatul Tajlibul Taysir

Materi Pembelajaran
Butuh waktu sekitar 4 menit untuk membaca tulisan ini

Kaidah الْمَشَقَّةُ تَجْلبُ التَّيْسِرُ ini membantu pakar hukum Islam dalam memetakan permasalahan kontemporer yang selalu berkembang pesat pada zaman sekarang serta saman yang akan datang dan mencari problem solver yang maslahah.
Kalimat al masyaqah secara bahasa artinya segala sesuatu yang memberatkan karena kondisi tertentu, kalimat tajlibu artinya mendatangkan, sedangkan kalimat taysir artinya kemudahan, keringanan, dispensasi.
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا
Terjemahnya:
Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya.(QS. Al-Baqarah: 286)
ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Terjemahnya:
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.(QS. Al-Baqarah: 185)
وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ هُوَ اجْتَبٰىكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ هُوَ سَمّٰىكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ ەۙ مِنْ قَبْلُ
Terjemahnya:
Berjuanglah kamu pada (jalan) Allah dengan sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu, yaitu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu.(QS. Al-Hajj: 78)
اِنَّ اللهَ شَرَعَ الدِّيْنَ فَجَعَلَهُ سَهْلًاسَمْعًاوَلَمْ يَجْعَلْهُ ضَيِّقًا (رواه الطبرانى)
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah mensyariatkan agama maka dijadikannya mudah, ringan dan luas dan tidak menjadikannya sempit”. (HR. Tabrani)
اَلدِّيْنُ يُسْرٌ أَحَبُّ الدِّيْنَ إِلَى اللهِ الْحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَهُ
Terjemahnya:
Agama itu adalah mudah. Agama yang disenangi Allah yang benar dan mudah”. (HR. Bukhari dan Abu Hurairah)
Secara umum, Dr. Wahbah az-Zuhaili membagi Al-Masyaqqah (kesukaran) menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Al-Masyaqqah al-‘Azhimah (kesukaran yang sangat berat), seperti kekhawatiran akan hilangnya jiwa dan/atau rusaknya anggota badan yang menyebabkan kita tidak bisa melaksanakan ibadah dengan sempurna. Kesukaran semacam ini membawa kemudahan.
2. Al-Masyaqqah al-Mutawasithah (kesukaran yang pertengahan, tidak sangat berat juga tidak sangat ringan). Kesukaran semacam ini harus dipertimbangkan, jika lebih condong kepada kesukaran yang sangat berat, maka dapat mendatangkan kemudahan. Namun, jika lebih dekat kepada kesukaran yang ringan, maka sebaiknya kesukaran tersebut dihadapi dan diselesaikan.
3. Al-Masyaqqah al-Khafifah (kesukaran yang ringan), seperti terasa lapar waktu puasa, malas naik haji padahal sudah dikategorikan mampu, dan lain sebagainya. Kesukaran (masyaqqah) semacam ini bisa ditanggulangi dengan mudah dengan cara sabar dalam melaksanakan ibadah.[
Adapun dalam hal kemudahan (at-taisir) para ulama juga telah menyebutkan sebab-sebab yang menimbulkan (akibat diperbolehkan) kemudahan (rukhsah), yaitu:
1. Kekurangmampuan bertindak hukum ( النَّقْصُ), Misalnya, orang gila dan anak kecil tidak wajib melaksanakan sholat, puasa, bayar zakat dan naik haji. Dalam ilmu hukum, yang berhubungan dengan perilaku ini disebut unsur pemaaf.
2. Kesulitan yang umum (عُمُوْمُ اَلْبَلْوَى), seperti debu yang berserakan di jalan, maka tidak mungkin seseorang untuk menghindar.
3. Bepergian (اسَّفَرُ), Misalnya, boleh qasar shalat, buka puasa, dan meninggalkan shalat jumat.
4. Keadaan sakit (اَلْمَرَضُ), Misalnya, boleh bertayamum ketika sulit memakai air, shalat fardhu sambil duduk, berbuka puasa bulan Ramadhan dengan kewajiban qadha setelah sehat. Ditundanya pelaksanaan had sampai terpidana sembuh, wanita yang sedang mentruasi.
5. Keadaan terpaksa (اَلْاءِكْرَاهُ), Seperti di ancam orang lain untuk membatalkan puasa ramadhan, sehingga membahayakan jiwanya.
6. Lupa (اَلنِّسْيَانُ), Seperti seseorang lupa makan dan minum pada waktu puasa.
7. Ketidaktahuan (اَلْجَهْلُ), Misalnya, orang yang baru masuk Islam karena tidak tahu, kemudian berdagang dengan praktik riba.
Allah sebagai Dzat Maha Kuasa, telah membuat aturan-aturan khusus yang disebut sebagai syariah demi kemaslahatan manusia. Tentunya syariah itu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan potensi yang dimiliki seorang hamba.
Dalam kondisi semacam ini, Allah SWT memberikan hukum rukhshah yakni kemudahan-kemudahan tertentu dalam kondisi tertentu pula. Sehingga, keharusan untuk melaksanakan hukum (Azimah) seimbang dengan kebolehan melakukan kemudahan (rukhshah).
Hikmah dari kaidah al masyaqah tajlibut taysir, antara lain:
1. Jika dipahami dengan seksama semua perintah Allah adalah mudah dan tidaklah sulit, tapi tetap saja ada orang yang merasa berat menjalankan perintah Allah. Salah satu sebabnya karena dosa dan maksiat sehingga seorang hamba menganggap berat syariat yang sebenarnya ringan. Mereka yang berat menjalankan syariat sebenarnya lebih tunduk kepada syahwat dari pada kepada penciptanya yaitu Allah SWT.
2. Semua perintah Allah hendaknya dilakukan seorang hamba sesuai kemampuannya dengan mengambil jalan tengah atau “tawas-suth” (moderat, wajar) dari kedua sikap antara “tasaahhul” artinya tidak mempermudah perintah Allah dengan ngawur(ceroboh, gegabah) dan “guluw” artinya mempersulit diri sendiri dalam memahami dan mengamalkan perintah Allah.
3. Semua perintah dan larangan dari Allah SWT terhadap hamba-Nya adalah anugerah yang semua hamba mampu melaksanakannya kecuali terjadi keadaan darurat pada kondisi tertentu sehingga mendapatkan dispensasi (taysir) seperti orang yang sedang sakit, keadaan musafir, keadaan terpaksa, keadaan ketakutan, ketidak-tahuan, kekurangan dan sebagainya.
4. Disebut darurat (masyaqah) jika membahayakan agama, atau jiwa, atau harta, atau keturunan, atau akal.
5. Kaidah al masyaqah tajlibut taysir ini membangun kerangka berpikir manusia yang komprehensif (utuh, syumul), logik (masuk akal, ma’qul), seimbang atau harmonis (moderation, wasatiyah) dan fleksibel (lentur, mutaharrikah), visioner futuristik (analisis kritis di masa yang akan datang).
6. Kemudahan dalam menjalankan agama merupakan sebuah tema penting, yang dengannya menjadi lebih mengerti bahwa syari’at tidaklah memberatkan baik dalam beribadah maupun muamalah (interaksi sosial), namun kaidah ini memiliki aturan pemakaian khusus agar tidak muncul anggapan bahwa semua syariat bisa disepelekan (politisasi) pengamalannya.
7. Kaidah al masyaqah tajlibut taysir, ibaratnya seperti obat yang wajib memiliki resep dan dosis dari seorang dokter biar tidak terjadi over dosis atau salah resep, maka penting untuk memahami resep penerapan kaidah ketiga ini dengan selalu berkonsultasi kepada ahlinya yaitu ulama’ yang keredibilitas keilmuannya diakui secara umum.
8. Karakter dasar Islam sesuai kaidah ini yaitu moderat (ist’dal, tengah-tengah, tidak ekstrim kanan dengan bersikap kebablasan seperti melakukan shalat sunnah sehari semalam sehingga lupa kewajiban sebagai suami atau istri dan ekstrim kiri dengan kesembronoan seperti menyepelekan dengan meninggalkan shalat secara sengaja.
9. Dengan bersikap moderat berlandaskan kaidah ini, diharapkan menjadi seseorang yang selalu adil dalam bersikap, bijaksana dalam berpikir, selalu mengutamakan kemaslahatan umat secara luas, tidak keras kepala, bersikap ramah bukan marah, merangkul bukan memukul, mendidik bukan menghardik, membina bukan menghina, mengayomi bukan mencaci, bersatu bukan berseteru.
10. Dengan memahami penjelasan mendalam tentang kaidah ini akan membuka gerbang pemikiran manusia untuk lebih luas dan dalam cakrawala pemikiran.

Semoga bermanfaat!

Tinggalkan Balasan